Adaptasi Kebiasaan Baru Masyarakat di Tengah Pandemi Covid-19
oleh: Ida Nyoman Adiana Putra
Masa pandemi seperti sekarang ini tidak dapat dipungkiri situasi seperti ini berdampak besar pada kehidupan masyarakat, terutama perekonomian. Pemerintah berusaha mencari alternatif dengan melakukan relaksasi secara bertahap untuk bias menyelamatkan ekonomi. Inisiatif inilah yang lebih dikenal dengan masa adaptasi kebiasaan baru. Ini diartikan sebagai perubahan perilaku untuk tetap menjalankan aktivitas normal ditengah pandemi. Masa adaptasi kebiasaan baru ini dapat didefinisikan sebagai suatu tatanan baru yang memungkinkan masyarakat hidup “berdampingan” dengan Covid-19. Masyarakat dapat melakukan aktivitasnya seperti biasa, tetapi dengan tetap mengikuti protokol kesehatan demi menghindari penularan virus dan penyebaran pandemi.
Adaptasi kebiasaan baru tersebut diberlakukan tidak hanya fokus pada masyarakatnya saja, tetapi berlaku pada semua sektor, baik sektor dalam negeri maupun swasta. Pelayanan kesehatan sebagai sektor yang paling terdampak oleh pandemi juga harus bersiap untuk menghadapi adaptasi kebiasaan baru. Rumah sakit pun harus memikirkan langkah-langkah akan yang diambil untuk tetap merawat pasien Covid-19 dan disaat yang bersamaan juga dapat memberikan pelayanan kepada pasien non-Covid-19”.
Mengubah kebiasaan dan pola hidup masyarakat memang tidak mudah di tengah pandemi seperti saat ini, tetapi pemerintah tidak pernah lelah mengajak seluruh masyarakat untuk memulai mengubah kebiasaan-kebiasaan dan pola hidup masyarakat. Imbauan-imbauan terus digaungkan melalui berbagai media, baik cetak maupun elektronik. Imbauan yang dilakukan pemerintah pusat ataupun daerah adalah kampanye protocol kesehatan untuk mencegah penularan Covid-19. Masyarakat diminta untuk melakukan 3M, yaitu memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan. Sementara pemerintah sendiri harus melaksanakan 3T, yaitu Tracing, Testing dan Treatment.
Selain himbauan 3M, pemerintah juga menerapkan kebijakan pembatasan sosial sebagai upaya pengendalian terhadap penyebaran Covid-19 tersebut. Salah satunya kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 21/2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam rangka percepatan penanganan Covid-19. Kegiatan PSBB menegaskan kembali tentang pembatasan-pembatasan aktivitas sosial, hal tersebut perlu dilakukan karena Covid-19 tergolong virus yang mudah menular, khususnya melalui interaksi yang dekat antar orang ke orang. Selain di kota-kota besar, PSBB juga diberlakukan hingga ke kota kecil bahkan hingga kepelosok pedesaan di seluruh wilayah di Indonesia. Pada masa PSBB masyarakat diimbau untuk tidak bepergian, kecuali dalam keadaan yang sangat penting atau mendesak. Hal ini berlaku terutama berlaku di tempat-tempat umum yang berpotensi mmenimbulkan keramaian, seperti pusat perbrlanjaan, transportasi publik, tempat ibadah dan juga fasilitas kesehatan.
Jika kita Flashback, Coronavirus Disease 19 atau Covid-19 yang menjadi cikal bakal pandemi ini muncul di Wuhan, Tiongkok, pada Desember 2019. Penyebabnya adalah virus corona baru yang disebut SARS Cov-2. Virus ini menyerang saluran pernapasan dan menyebabkan penyakit infeksi saluran pernapasan. Dalam tempo yang tergolong singkat, virus ini menyebar ke berbagai daerah lainnya di Tiongkok, kemudian ke negara-negara lain. Setelah hampir 2 bulan menjadi wabah, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 30 Januari 2020 pun menyatakan darurat global terhadap virus corona. Sementara di Indonesia, kasus pertama Covid-19 terkonfirmasi pada 2 Maret 2020, hanya dalam tempo 8 hari, yakni pada tanggal 10 April 2020 penyebarannya telah meluas di 34 Provinsi di Indonesia.
(Ida Nyoman Adiana Putra merupakan mahasiswa Program Studi Pendidikan Agama Hindu angkatan 2020/2021)