oleh: I WAYAN PUTU YASA*)
*) Penulis adalah mahasiswa semester VII Program Studi Pendidikan Bahasa Bali, STKIP Agama Hindu Amlapura
PENDAHULUAN
Generasi Emas Indonesia merupakan generasi yang energik, multitalenta, aktif, dan spiritual. Generasi emas Indonesia diharapkan berjiwa energik, multitalenta, aktif, dan spiritual dalam menghadapi berbagai problematika yang sedang melanda negeri ini. Di pundak para generasi emas tersebutlah terpikul beban yang sangat berat untuk membawa negeri ini ke arah yang lebih baik. Generasi emas 2045 yang akan menjadi pemimpin negeri ini nantinya adalah mereka yang kini sedang duduk di bangku sekolah, yakni pendidikan usia dini, jenjang sekolah dasar, ataupun jenjang sekolah menengah. Merekalah yang akan menjadi penentu dan ujung tombak perubahan dan kemajuan negeri ini.
Kini Indonesia dihadapkan dengan berbagai problematika yang perlu mendapat perhatian dari berbagai kalangan. Berbagai problematika yang ada jika diabaikan begitu saja, tentunya lama-kelamaan akan dapat merongrong Negara Kesatuan Republik Indonesia. Permasalahan yang dihadapi oleh Indonesia memang sangat kompleks. Masalah tersebut mulai dari masalah korupsi, kemiskinan, kualitas pendidikan, dan berbagai permasalahan sosial lainnya termasuk konflik SARA, serta berbagai kasus kriminal lainnya. Lalu jika hal ini terjadi, untuk apa kita selalu mewacanakan Generasi Emas dan Indonesia Emas? Tentunya itu akan mustahil terjadi jika negeri ini diselimuti berbagai problematika yang tidak terpecahkan.
Masalah-masalah tersebut belum terselesaikan sampai saat ini dan kemungkinan masalah-masalah tersebut akan diwariskan kepada generasi selanjutnya. Di sinilah perlunya peran penting generasi selanjutnya yang mendapatkan PR besar dan menanggung beban negara di pundak mereka. Oleh karena itu, yang perlu dilakukan sekarang adalah mempersiapkan generasi emas, yang energik, multitalenta, aktif, dan spiritual untuk menyonggong tahun emas 2045 melalui proses pendidikan.
Berbicara mengenai pendidikan, tentunya tidak asing lagi di telinga masyarakat. Pendidikan merupakan salah satu akses bagi manusia untuk bisa tumbuh dan berkembang melalui pengetahuan yang didapatkannya. Pendidikan bukan hanya didapat dari bersekolah, tetapi juga pendidikan dalam keluargaa sangat diharapkan di zaman sekarang ini. Jika pendidikan dalam keluarga dan pendidikan dalam sekolah ini bisa sinkron maka akan mampu menanamkan karakter yang baik kepada generasi muda. Tentunya melalui pendidikan inilah nantinya bisa menjadikan generasi-generasi muda sebagai ujung tombak penerus bangsa.
Berdasarkan penjelasan yang dikemukakan oleh Triyono (2016: 1) bahwa “Ketika bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaan 17 Agustus 1945 berpenduduk sekitar 61 juta dan ketika memasuki 100 tahun kemerdekaan, tahun 2045, diprediksi jumlah penduduk mencapai 340 juta dengan 180 juta di antaranya termasuk usia produktif 15-24 tahun.” Kondisi tersebut lazim disebut jendela demografi (window of demography) yang dapat berdampak positif ataupun negatif bagi negeri ini. Dampak positifnya adalah terjadi bonus demografi (demography dividend). Kondisi seperti itu akan menjadi bonus demografi apabila profil penduduk Indonesia berkualitas sehingga menjadi peluang dan berpotensi dalam rangka melakukan akselerasi ekonomi dengan menggenjot berbagai industri kreatif atau UMKM. Dampak negatifnya, yakni kondisi itu dapat menjadi kutukan demografi (demography diases). Demografi yang demikian bisa pula justru menjadi kutukan demografi apabila negara tidak melakukan investasi sumber daya manusia (human capital investment) karena akan meningkatnya angka pengangguran yang disebabkan oleh minimnya lapangan pekerjaan dan minimnya skill yang dimiliki untuk mencipta lapangan pekerjaan sendiri.
Berkenaan dengan hal tersebut, perlu dilaksanakan strategi atau upaya dalam dunia pendidikan untuk mempersiapkan generasi emas Indonesia 2045, yang energik, multitalenta, aktif, dan spiritual. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah membekali generasi tersebut dengan JIMAT SAKTI yang dapat ditekankan dalam kegiatan pendidikan. Hal ini perlu diintegrasikan dalam dunia pendidikan karena sesuai penjelasan di atas bahwa generasi emas 2045 adalah mereka yang kini duduk di bangku sekolah, dari jenjang pendidikan usia dini hingga jenjang pendidikan menengah.
Dulu para pemuda berbekal jimat sakti untuk meningkatkan kekebalan tubuh dalam menghadapi dan menjalani kehidupan, kini pun jimat sakti itu masih berlaku. Jika dahulu jimat sakti dibuat oleh para dukun dengan berbagai sarana yang langka dan dipandang berkhasiat menambah kekebalan tubuh ditambah lagi dengan mantra-mantra sakti, berbeda halnya dengan jimat sakti pada era modern ini. Jimat sakti yang perlu dimiliki oleh generasi muda untuk menyongsong dan mewujudkan generasi emas 2045 adalah JIMAT SAKTI, yang terdiri atas 10 komponen, yakni Jejaring, Inovatif, Mandiri, Aktif, Teliti, Spiritual, Adaptif, Kreatif, Toleransi, dan Introspeksi diri. JIMAT SAKTI ini harus diberikan dan dibina oleh pendidik kepada generasi emas Indonesia melalui proses pendidikan. Oleh karena itu, di zaman modern ini, pendidik/gurulah yang berperan sebagai dukun untuk memberikan jimat sakti kepada generasi penerus negeri ini.
Bagaimana JIMAT SAKTI tersebut berkhasiat dalam rangka membentuk generasi emas 2045, akan diulas pada bagian selanjutnya. Ulasan mengenai JIMAT SAKTI untuk generasi emas 2045 ini nantinya dapat dijadikan referensi ataupun acuan oleh para pendidik dalam mempersiapkan generasi emas 2045 melalui proses pendidikan yang integratif.
ISI
Istilah generasi emas ini memang sedang ramai diperbincangkan saat ini setelah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhammad Nuh dalam sambutan peringatan Hardiknas 2012 mengusung tema Bangkitnya Generasi Emas Indonesia (Triyono, 2016: 5). Istilah generasi emas ini sesungguhnya mengandung 2 (dua) pengertian. Sesuai yang dikemukakan oleh Kopeuw (2015) bahwa generasi emas dapat berkaitan dengan keadaan generasi Indonesia ketika Indonesia berusia 100 tahun merdeka dan generasi emas dapat pula ditinjau dari istilah emas yang memberikan penekanan sebagai bangsa yang besar dengan modalitas yang sangat luar biasa, baik sumber daya manusia, sumber daya alam, sumber daya cultural, maupun sumber daya lainnya. Sumber daya tersebut dikelola dan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.
Pendidikan memiliki peran yang penting dan strategis dalam pembangunan bangsa. Hanya dengan pendidikan bangsa Indonesia dapat menjadi bangsa yang maju. Pendidikan juga dipandang sebagai suatu proses untuk mempersiapkan generasi muda untuk mampu menjalankan kehidupannya di masa mendatang melalui pembentukan dan pendewasaan pengembangan kepribadian sesuai tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan tersebut adalah menjadi insan yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, sabar, mampu mengendalikan diri, disiplin, kerja keras, ulet, bertanggung jawab, jujur, membela kebenaran dan kepatutan, sopan dan santun, taat terhadap peraturan, demokratis, sikap kebersamaan, musyawarah, gotong royong, toleran, tertib, damai, anti kekerasan, hemat dan konsisten, cerdas secara intelektual, emosional, dan spiritual sesuai dengan amanat tujuan pendidikan yang tertuang dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Generasi emas juga dapat didefiniskan dengan memfokuskan penjabaran pada kata emas, yakni energik, multitalenta, aktif, dan spiritual. Untuk mewujudkan generasi emas dalam konsep inilah perlu diberikan JIMAT SAKTI kepada generasi muda melalui proses pendidikan. JIMAT SAKTI tersebut terdiri atas jejaring, inovatif, mandiri, aktif, teliti, spiritual, adaptif, kreatif, toleransi, dan introspeksi diri.
Dalam kegiatan pendidikan, sejak dini anak sudah diajarkan untuk membetuk jejaring (networking). Jejaring ini dapat dibentuk melalui kegiatan pembelajaran yang memfokuskan aktivitas kooperatif dan kolaboratif. Aktivitas membuat jejaring dalam proses pembelajaran ini akan sangat memungkinkan dapat melatih anak untuk saling berbagi (sharing) pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki. Dalam kehidupannya kelak, kemampuan membuat jejaring atau relasi ini sangat penting bagi anak karena dengan jejaring/relasi yang luas melalui pertemanan dan komunikasi yang tiada batas anak dapat mencari peluang untuk menghadapi berbagai persoalan dalam kehidupan. Oleh karena itu, pengalaman membuat jejaring dan belajar dalam jaringan/relasi tertentu juga secara tidak langsung membentuk karakter komunikatif anak yang dibiasakan sejak dini dan akan melekat sampai kehidupannya di masa depan.
Ketika memasuki era industri 4.0 dan menyongsong tahun emas 2045, pintar saja tidaklah cukup untuk meraih kesuksesan. Membangun jejaring/relasi yang baik dengan orang lain dapat membantu mereka mengahadapi masa depannya. Oleh karena itu, membangun relasi ini sudah semestinya dibiasakan kepada anak didik dalam kegiatan pembelajaran dan gurulah menjadi fasilitatornya.
Agar anak didik mampu membuat jejaring/relasi, memang diperlukan skill khusus dan pengalaman panjang dalam rentang organisasi yang diikutinya. Membangun jejaring/relasi tidak semata-mata didominasi dengan kemampuan lobby ataupun komunikasi, apalagi masalah teknis berbahasa. Kemampuan pengelolaan jejaring/relasi ini justru ada pada kolaborasi yang kuat antara kesabaran, keramahan, ketekunan, dan kemauan untuk mendengar dan berbagi (Sudiana, 2011). Oleh karena itu, masalah membangun jejaring ini memang harus dibiasakan dan dilatihkan kepada anak didik atau generasi muda melalui kegiatan pembelajaran ataupun melibatkan anak didik dalam berbagai organisasi di sekolah sebagai ajang pembelajaran bagi mereka untuk berlatih menjalin dan membangun relasi.
Generasi muda juga harus disiapkan agar mampu inovatif. Inovatif yang dimaksud dalam hal ini adalah proses mengubah sesuatu yang sudah ada menjadi lebih bernilai dan bermanfaat. Berinovasi memang tidaklah mudah, tetapi dapat dilakukan dan dibiasakan melalui terus-menerus berlatih dan berlatih, mencoba dan mencoba. Tidak sedikit anak atau putra-putri bangsa ini yang hasil inovasinya sudah bermanfaat bagi masyarakat luas.
Sesuai informasi yang diliris dari detik.com (2015), misalnya saja teknik persemaian bibit inovatif dengan kantung hijau karya innovator Black Inovation Award 2012. Kantung hijau terbuat dari bahan yang kuat, tetapi mudah lapuk. Dengan demikian, akar tanaman dapat dengan mudah menembus tanah dan masuk ke tanah. Inilah salah satu karya inovatif dari anak bangsa yang inovatif. Tentunya ini tidak terlepas dari proses pendidikan yang membentuknya menjadi generasi inovatif.
Sikap inovatif ini tidak hanya berguna bagi masyarakat luas, tetapi juga perkembangan diri sendiri. Dengan terus menantang diri untuk berpikir inovatif dan menghasilkan sesuatu yang bernilai, jiwa kepemimpinan akan muncul. Tidak ada lagi istilah bertahan di zona nyaman. Karakteristik ini akan mengantarkan anak muda Indonesia pada kesuksesan demi menyongsong Indonesia emas 2045.
Dalam kegiatan pembelajaran, anak dilatih untuk inovatif melalui kegiatan pembelajaran berbasis proyek, misalnya. Ketika anak diberikan proyek, anak diharapkan mampu berinovasi untuk menyelesaikan proyek yang ditugaskan itu. Pemberian proyek kepada anak didik tentu didasarkan atas kemampuan sang anak. Berbeda jenjang pendidikan, berbeda pula tingkat kesulitan proyek yang diberikan, karena yang ditekankan dalam hal ini adalah inovasi anak didik sesuai dengan tingkat kemampuan, usia, dan pendidikannya.
Melalui kegiatan pembelajaran berbasis proyek tersebut juga dapat melatih kemandirian anak didik. Sikap mandiri ini menjadi sangat penting dewasa ini sebab persaingan pada dunia global membutuhkan kemandirian, baik kemandirian dalam mengambil keputusan maupun kemandirian dalam menentukan pilihan. Generasi muda tidak boleh sekadar ikut-ikut teman ketika mengambil keputusan ataupun menentukan pilihan untuk masa depannya. Mereka harus mampu secara mandiri mengambil keputusan, karena pilihan atau keputusan yang diambil oleh orang lain belum tentu sesuai untuk kita. Di sinilah, guru perlu memberikan pemahaman kepada siswa tentang pentingnya kemandirian dan cara membangun kemandirian tersebut, melalui tugas-tugas yang diberikan oleh guru.
Generasi muda juga harus dibiasakan aktif. Aktif bukan hanya dalam konteks pendidikan, tetapi guru hendaknya juga mendukung dan mengarahkan anak didik untuk aktif pada event-event di luar sekolah. Ini akan sangat membantu anak untuk mendapatkan dunianya dan melihat dunia orang lain. Jika hanya aktif di sekolah saja, hal yang ditakutkan adalah anak hanya akan merasa puas diri karena sudah merasa mampu menjadi yang terhebat di sekolahnya. Padahal anak belum melihat dunia luar yang banyak ada orang hebat dalam bidangnya masing-masing. Anak jangan sampai seperti katak dalam tempurung yang hanya tahu lingkungan sekolahnya saja. Oleh karena itu, kegiatan pendidikan perlu dirancang untuk memberikan kesempatan kepada anak melihat dunia luar dan belajar banyak hal dari dari lingkungannya. Inilah konsep aktif yang sesungguhnya perlu ditekankan dalam dunia pendidikan.
Sesuai dengan informasi yang diliris dari Kompas.com (2018) bahwa Menteri Perhubungan Indonesia mengharapkan generasi muda Indonesia adalah generasi muda yang aktif. “Generasi muda harus pro-aktif untuk melakukan perubahan bangsa dengan berperan aktif membangun revolusi industri, sedangkan generasi senior harus terus menginspirasi” (Menhub dalam Kompas.com, 2018). Keaktifan dan kekompakan ini memang harus dibangun di negeri ini. Dari keaktifan dan kekompakan akan muncul energi. Dengan adanya energi kita bisa berbuat hal yang positif untuk negeri ini. Oleh karena itu, untuk membangun negeri ini sangat dibutuhkan generasi emas Indonesia yang aktif.
Ketelitian juga penting ditanamkan kepada anak. Generasi muda Indonesia harus teliti. Teliti yang dimaksud dalam hal ini adalah cermat dalam melihat berbagai persoalan yang sedang dihadapi oleh Indonesia. Kecermatan dalam berbagai situasi ini penting agar generasi muda tidak mudah tersulut emosi. Ketelitian ini pun tidak didapat secara instan. Ketelitian ini perlu dilatih dan dibiasakan agar anak didik menjadi semakin peka dan cermat dalam melihat berbagai problematika yang dihadapinya.
Sikap spiritual juga penting dibina pada generasi muda. Sesuai informasi yang diliris dari Republika.co.id (2013) disebutkan bahwa generasi muda yang mempunyai kemampuan intelektual dan spiritual adalah andalan untuk mewujudkan Indonesia maju (Indonesia emas). Artinya, kemajuan akan terwujud jika generasi muda atau sumber daya manusia cakap intelektual dan menjunjung spiritualitas. Indonesia emas merupakan keadaan negara ini menjadi maju dengan karakter mulia, hidup sejahtera, dan menjadi negara adidaya. Oleh karena itu, landasan spiritual dan moral tidak boleh sirna.
Generasi muda merupakan masa depan masyarakat, baik masa depan negara, komunitas religius, maupun keluarga. Untuk itu generasi muda perlu diberikan penghargaan yang kuat, produktif, serta penuh empati dan bersimpati. Kemahiran dan ketelitian intelektual yang dimiliki oleh generasi muda, terutama ketika mereka memiliki semangat besar dalam menghadapi isu yang relevan terhadap kondisi masa depan mereka (Plum Village Indonesia, 2018). Namun, pemberian pengarahan saja tidaklah cukup. Generasi muda perlu diberikan ruang untuk mengekplorasi bakat, mengembangkan keahlian, serta mengekspresikan diri. Oleh karena itu, proses pendidikan harus berlangsung secara integratif dengan berbagai komponen dan pihak terkait dalam rangka mengeksplorasi berbagai bakat generasi muda Indonesia.
Anak didik juga harus mampu adaptif dan kreatif. Adaptif dalam artian mereka mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar. Kemampuan beradaptasi ini penting karena lingkungan sekitar tidak sepenuhnya sesuai dengan harapannya. Oleh karena itu, kemampuan beradaptasi ini penting agar mampu menjalani kehidupan yang seimbang. Sementara, kreatif dapat memberikan peluang bagi anak didik untuk mencipta lapangan pekerjaannya sendiri. Anak didik harus diajarkan untuk memiliki kreativitas yang tinggi supaya kelak mereka mampu mencari peluang dan mengambangkan daya kreasinya sehingga mereka tidak tersisihkan dalam persaingan global. Widiadi (2016) menyebutkan bahwa pemuda Indonesia diharapkan bergerak melakukan perubahan, memajukan diri dan kreativitas bangsa, serta pemuda yang adaptif terhadap perubahan yang ada.
Dalam keberagaman dan kebhinekaan, toleransi ini sama sekali tidak boleh diabaikan oleh anak didik atau generasi muda Indonesia. Toleransi merupakan sikap saling menghormati dan menghargai antarkelompok atau antar-individu dalam masyarakat atau dalam lingkungan lainnya. Sikap toleransi ini akan mampu menghindarkan terjadinya diskriminasi, walaupun banyak terdapat kelompok atau golongan yang berbeda dalam suatu kelompok masyarakat. Anak didik atau generasi muda harus diberikan penyadaran bahwa Indonesia ini adalah negara yang ber-bhineka tunggal ika. Oleh karena itu, setiap anak harus memahami dan mampu menempatkan toleransi ini dalam kehidupannya kelak untuk menghindari munculnya berbagai perselisihan atau konflik yang berbau SARA.
Anak didik atau generasi muda Indonesia juga perlu dibina dan dilatih agar mampu introspeksi diri sendiri. Berbagai persoalan yang melanda Indonesia dewasa ini karena lemahnya introspeksi diri. Semua merasa benar dan tidak ada yang mau disalahkan, serta tidak legowo menerima kekalahan. Oleh karena itu, banyaklah terjadi hasut-menghasut di sana-sini yang mampu memecah belah persatuan. Padahal, apabila introspeksi diri ini dibina dengan baik dan ditumbuhkan dalam diri masing-masing, semua pasti bisa legowo menerima kekalahan dan kehidupan menjadi lebih tentram. Di samping itu, introspeksi diri ini juga penting untuk meningkatkan kualitas diri tanpa mencari “kambing hitam” orang lain. Kualitas diri menjadi tanggung jawab diri sendiri. Pendidikan hanya sebagai media untuk memantapkan kepemilikan sikap-sikap yang adilihung tersebut.
Kesepuluh komponen yang terdapat dalam JIMAT SAKTI itu, yakni jejaring, inovatif, mandiri, aktif, teliti, spiritual, adaptif, kreatif, toleransi, dan instrospeksi diri jika ditekankan dalam kegiatan pendidikan secara tidak langsung dapat menunjang pengimplementasian Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 23 Tahun 2015 tersebut dijelaskan bahwa tujuan Penumbuhan Budi Pekerti (PBP) adalah untuk menumbuhkembangkan kebiasaan yang baik sebagai bentuk pendidikan karakter sejak di keluarga, sekolah, dan masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah dengan segenap upaya berusaha menjadikan pendidikan sebagai gerakan yang melibatkan pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, dan keluarga.
Kesepuluh komponen dalam JIMAT SAKTI tersebut jika mampu diaplikasikan, dibina, dan diintegrasikan dalam kegiatan pendidikan, niscaya generasi emas Indonesia 2045 dapat terwujud. Kesepuluh komponen dalam JIMAT SAKTI tersebut dapat melekat dalam diri generasi muda karena telah dibiasakan sejak mereka sekolah dasar dan hal itu akan menjadi karakter unggulan bagi generasi emas Indonesia 2045 kelak.
PENUTUP
Generasi emas Indonesia merupakan ujung tombak pembangunan Indonesia masa kini dan masa mendatang. Agar generasi muda Indonesia siap menghadapi masa mendatang, maka berbagai bekal perlu diberikan sejak dini. Bekal tersebut dinamakan JIMAT SAKTI. JIMAT SAKTI merupakan akronom dari 10 hal penting yang harus ditanamkan kepada generasi muda Indonesia dalam mewujudkan Indonesia emas 2045. Kesepuluh hal tersebut adalah Jejaring, Inovatif, Mandiri, Aktif, Teliti, Spiritual, Adaptif, Kreatif, Toleransi, dan Introspeksi diri. Jika kesepuluh hal tersebut mampu ditanamkan melalui proses pendidikan yang terpadu atau integratif, maka Indonesia Emas 2045 akan mampu diwujudkan oleh para generasi emas tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Detiknews. 2015. “Apa Pentingnya Berinovasi?” (online). https://m.detik.com. Diunduh 1 Januari 2019.
Kompas.com. 2015. “Menhub: Generasi Muda Harus Aktif Membangun Bangsa” (online). https://www.suaramerdeka.com. Diunduh 2 Januari 2019.
Kopeuw, Pilpus M. 2015. Mimpi Memiliki Generasi Emas Sentani. Jakarta.
Mendikbud. 2015. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti. Jakarta: Kemendikbud.
Plum Village Indonesia. 2018. “Masa Depan Generasi Muda” (online). https://plumvillage.or.id. Diunduh 1 Januari 2019.
Republika.co.id. 2018. “Spiritualitas Menjadi Modal Utama Kemajuan” (online). m.republika.co.id. Diunduh 2 Januari 2019.
Sisdiknas. 2003. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta.
Sudiana, Nana. 2011. “Cara Cerdas membangun Jejaring”. Artikel Onlin dalam Kompasina.Com edisi 7 April 2011. Diakses 20 Desember 2018.
Triyono. 2016. Menyiapkan Generasi Emas 2045. Makalah Seminar Nasional ALFA-VI, Unwidha Klaten, 5 Oktober 2016.
Widiadi, Prasastra. 2016. “Kebangkitan Nasional, Momen Generasi Muda Adaptif terhadap Perubahan”(online). www.satuharapan.com. Diuntuh 3 Januari 2019.