oleh: I Wayan Mardana Putra
Sumber ilustrasi: https://www.tribunnews.com/sains/2017/11/01/
Di suatu tempat yang bernama Laut Yume, hiduplah seorang Putri Duyung yang sangat cantik dan berhati lembut, siapa saja yang melihatnya pasti langsung terpesona. Putri itu bernama Putri Kinara. Selain dia cantik dan baik hati, Putri Kinara juga sangat pintar, sangat cocok sekali menjadi penerus kerajaan Yume yang saat ini ada dalam pemerintahan Putri Duyung yang cantik bernama Ratu Sania, Ibu Putri Kinara. Setiap hari Putri Kinara tidak pernah berhenti belajar, baik itu di perpustakaan Yume maupun belajar bersama Tuan Okto si gurita yang cerdas. Ratu Sania selalu berpesan kepada Putri Kinara agar selalu memperlakukan semua rakyat Laut Yume dengan baik tanpa terkecuali, karena itulah salah satu sikap yang harus dimiliki seorang pewaris tahta kerjaan Yume.
Laut Yume memang sangat indah. Terumbu karangnya sangatlah cantik dan penuh warna, ikannya sangat beragam, air lautnya bersih dan semua makhluknya hidup berbahagia. Suatu hari, ketika Kinara bermain belajar bersama Tuan Okto, tiba-tiba terdengar suara terompet kerajaan saat itu Kinara dan Tuan Okto kebingungan apa yang tengah terjadi di lautan.
“Tuan Okto, apa yang terjadi? Kenapa tiba-tiba terompet kerajaan berbunyi?”
“Saya juga tidak tahu, Putri. Namun, ketika terompet kerajaan berbunyi sudah dapat dipastikan ada hal yang sedang mengancam kerajaan Yume.”
“Kalau begitu, ayo kita periksa!”
“Mari Putri.”
Seketika Putri Kinara bersama Tuan Okto menuju kerajaan, dalam perjalanan mereka melihat Ratu Sania yang tengah mengendarai kereta kuda laut istana. Ratu Sania pun berhenti ketika melihat Putri Kinara dan Tuan Okto.
“Kinara, apa yang kamu lakukan di sini, Nak?”
“Aku sedang belajar bersama Tuan Okto lalu aku mendengar terompet kerajaan berbunyi. Apakah ada sesuatu yang terjadi, Ibu?”
“Ibu belum tahu, tapi untuk saat ini tetaplah berada di istana. Ibu akan memeriksa apa yang telah terjadi. Tenang, Ibu aman bersama Tuan Same yang kuat dan tangguh.”
“Iya Putri, kembalilah ke istana, saya akan mengawal Ratu untuk memeriksa apa yang terjadi. Tuan Okto tolong antarkan Putri Kinara kembali.”
“Baiklah.” Tuan Okto menjawab singkat.
Sesampainya di istana, rasa khawatir Putri Kinara tidak segera menghilang, ia selalu memikirkan keselamatan Ratu Sania, Tuan Same dan hal apa yang terjadi di sana. Berselang beberapa lama, Ratu Sania dan Tuan Same tiba di istana dengan raut wajah ketakutan dan penuh kekhawatiran. Ketika Putri Kinara bertanya apa yang terjadi, Ratu Sania hanya diam dan segera memerintahkan Tuan Same untuk mengumpulkan seluruh rakyat Yume karena Ratu Sania akan memberitahukan suatu berita penting.
“Tuan Same, kita sudah tidak punya waktu banyak lagi. Ayo segera perintahkan semua rakyat Yume untuk berkumpul. Aku akan memberitahu semua orang sekarang.”
“Baiklah Ratu, saya akan perintahkan sekarang juga.”
Tidak lama berselang, semua rakyat Laut Yume telah berkumpul di halaman istana untuk mendengarkan hal yang akan disampaikan oleh Ratu Sania.
“Wahai rakyatku yang setia. Rakyat Yume yang aku cintai. Aku Ratu Sania, Ratu Laut Yume selalu mencintai kalian semua tanpa terkecuali. Aku selalu berusaha melakukan yang terbaik untuk kalian semua untuk Laut Yume agar kita semua selalu hidup berbahagia. Namun, tadi aku sudah melihat sesuatu yang nampaknya akan mengancam kehidupan kita semua. Aku melihat banyak sekali berbarel-barel minyak yang tenggelam di laut, minyaknya sudah mulai menyebar dan sudah dapat dipastikan akan segera sampai di wilayah Kerajaan Yume. Selain minyak, aku melihat puluhan manusia menaiki perahu dan membawa bom botol, membawa bom racun, serta jaring-jaring besar yang akan mereka gunakan untuk menangkap ikan-ikan di sini. Manusia serakah itu berusaha untuk menguasai Laut Yume setelah mereka semua menghancurkan laut Yami.” Tutur Ratu sedih.
“Ibu, laut Yume adalah laut terakhir yang tersisa. Kalau sampai laut ini juga tercemar dan hancur. Maka… Semua kehidupan akan musnah.” Kata Putri Kinara khawatir.
“Duuuuuaaaaaaarrr”
Seketika terdengar suara ledakan yang sangat dahsyat. Bom atom telah diluncurkan oleh para manusia. Rakyat laut Yume ketakutan dan kalang kabut mencari perlindungan. Barel-barel minyak dijatuhkan ke laut. Jaring-jaring besar dibentangkan dan berhasil menangkap sebagian besar rakyat laut Yume.
Ratu Sania memerintahkan Tuan Okto untuk membawa Putri Kinara berlindung ke tempat yang aman. Sambil menangis Putri Kinara dibawa Tuan Okto pergi ke ruang rahasia di Istana untuk berlindung di sana. Suara dentuman terus terdengar terasa lebih kuat dari hentakan ikan Paus yang sedang kelaparan. Putri Kinara tidak berhenti menangis dipelukan Tuan Okto yang berusaha menenangkan Putri Kinara.
Berselang beberapa lama, setelah dirasa aman Putri Kinara dan Tuan Okto keluar dari persembunyian. Putri Kinara menangis semakin keras ketika melihat laut Yume yang indah kini telah hancur. Terumbu karangnya telah musnah dan luluh lantah, ikan-ikannya sudah habis ditangkap. Sementara Ratu Sania dan Tuan Same juga telah tiada. Laut Yume yang indah kini telah hancur, kotor dan tercemar banyak minyak dan limbah-limbah manusia.
Dalam kesedihan itu, Tuan Okto berseru, “Putri, kita punya sebuah mutiara yang mungkin akan mampu membuat keadaan ini menjadi lebih baik.”
“Maksudmu, Manik Bumi?”
“Iya Putri. Manik Bumi. Dalam buku yang pernah aku baca Manik Bumi adalah sebuh mutiara kerajan Yume yang memiliki kekuatan untuk mengembalikan keadaan menjadi seperti sedia kala. Namun syaratnya, yang mengucapkan permohonan adalah orang yang telah berbuat kesalahan dan meminta maaf dengan tulus kepada Manik Bumi. Karena, Manik Bumi ini sebenarnya adalah air mata Ibu Pertiwi yang telah mengkristal dan memang disimpan di laut Yume, laut ke delapan.”
“Berarti jika manusia itu menyesali perbuatan mereka di hadapan Manik Bumi, maka keadaan akan kembali seperti semula?”
“Benar sekali Putri.”
“Aku yakin, dengan laut yang tercemar limbah, laut yang tercemar minyak dan hancur manusia tidak akan bisa bertahan lebih lama” kata Putri Kinara yakin.
Benar saja, berbulan-bulan setelah laut Yume hancur, dunia menjadi sangat panas, sebab lautan kini telah tercemar. Hujan tidak pernah terjadi lagi karena air laut tidak bisa menguap. Hutan menjadi kering dan gersang, semua tumbuhan dan hewan banyak yang sekarat. Saat itulah Putri Kinara mendekati bibir pantai dan bertemu dengan Kepala Suku Pala, kepala suku dari kelompok manusia yang tinggal di sebuah pulau besar di tengah lautan.
“Tuan, apakah Anda dan manusia lain masih bisa bertahan lebih lama?”
“Putri penguasa laut, hamba dan rakyat hamba tidak bisa bertahan lebih lama lagi. Dunia semakin panas dan tidak ada lagi tempat untuk kami berlindung.”
“Baiklah kalau begitu, minta maaflah di hadapan Manik Bumi, sesali semua perbuatanmu dan rakyatmu. Niscaya semua akan kembali seperti sedia kala.”
“Aku dan rakyatku mau meminta maaf atas apa yang kami lakukan. Kami tidak akan mengulanginya lagi jika kami mendapat kesempatan kedua. Kami akan menjaga alam dan lautan kami dengan sepenuh hati agar semua tetap seimbang.”
Setelah mengucapkan itu, laut perlahan menjadi bersih, minyak menghilang ikan mulai bermunculan, suhu menjadi normal kembali dan semua makhluk hidup berbahagia. Sejak saat itulah para manusia selalu menja keseimbangan alam. Mereka membuang sampah pada tempatnya, mengolah limbah, memanfaatkan sumber daya alam seperlunya sehingga para manusia dan semua makhluk selalu hidup berbahagia.
Penulis Cerita
I Wayan Mardana Putra, lahir di Denpasar pada 8 Maret 1998, saat ini menjadi mahasiswa di STKIP Agama Hindu Amlapura pada Program Studi Pendidikan Bahasa Bali.