oleh: Ni Nyoman Ayu Anggita Kusuma*
Namaku Ni Nyoman Ayu Anggita Kusuma. Orang-orang biasa memanggilku Ayu. Aku adalah anak terakhir dari empat bersaudara. Aku dibesarkan di tengah keluarga yang sederhana. Ayahku bekerja sebagai perajin besi dan ibuku hanyalah seorang ibu rumah tangga. Aku percaya semua orang mempunyai cerita hidup dan masalahnya masing-masing, begitu pun aku. Aku akan menceritakan perjuanganku untuk bisa duduk di bangku kuliah.
Ketika itu, aku masih duduk di kelas XII. Semua ujian telah berlalu, tibalah saatnya aku mengikuti sosialisasi dari kampus-kampus yang mencari calon mahasiswa baru. Aku mengikuti semua sosialisasi dari kampus-kampus yang mendatangi sekolahku. Terniat batinku untuk mendaftar di salah satu universitas favorit. Namun, niatku pupus karena melihat rincian biayanya. Aku sadar orang tuaku tidak dapat membiayaiku kuliah, karena kondisi ekonomi kami yang pas-pasan. Terlebih aku terlahir sebagai anak kembar. Aku memiliki saudara kembar laki-laki yang semakin membuat harapanku untuk kuliah sangat mustahil karena tidak mungkin orang tuaku membiayai aku dan kakakku kuliah secara bersamaan. “Jangankan untuk kuliah, untuk makan besok saja masih susah,” pikirku dalam hati.
Namun, keinginanku untuk bisa kuliah sangat kuat. Aku yakin suatu saat nanti aku bisa kuliah bagaimanapun caranya. Aku mulai mencari informasi tentang beasiswa dari brosur-brosur, internet, dan kakak-kakak seniorku. Kemudian salah satu kakak seniorku memberitahu tentang beasiswa bidikmisi. Beasiswa yang membiayai siswa-siswa miskin berprestasi. Beasiswa ini menanggung biaya kuliah, biaya hidup, serta uang saku per bulan. Aku sangat tertarik dan ingin mendapatkannya. Akupun mendaftar beasiswa tersebut di Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha Singaraja) dengan memilih program studi Manajemen Informatika.
Semua tahapan sudah aku lakukan dan hanya tinggal menunggu pengumuman. Namun, yang terjadi adalah aku kehilangan nomor pendaftaranku, sehingga aku tidak bisa membuka halaman pengumuman beasiswa bidikmisi tersebut. Aku berusaha mencari dan mengingat-ingatnya serta mencari cara lain untuk membukanya. Namun, semua itu percuma, karena hingga sekarang aku tidak dapat membukanya dan tidak tahu hasil pengumuman bidikmisi tersebut. Aku sangat terguncang, pikiranku kacau, aku mengalami frustasi yang sangat panjang hingga berat badanku turun drastis. Aku merasa dunia ini sangat kejam. Tuhan tidak adil kepadaku. Semua pikiran-pikiran negatif muncul di kepalaku. Aku menjalani hari-hariku tanpa semangat. Ditambah lagi, ketika aku melihat teman-temanku sudah menjalani ospek di kampus pilihan mereka masing-masing. Aku tambah stres karena aku hanya berdiam diri di rumah. Aku berusaha meyakinkan diriku kalau Tuhan mempunyai rencana yang bagus untukku di masa depan. Setelah semua yang terjadi, aku berusaha menenangkan diriku. Aku berusaha mencari pekerjaan. Namun, faktanya mencari pekerjaan tidaklah mudah. Berkali-kali aku melamar, tetapi tidak kunjung aku mendapat panggilan.
Aku sudah pasrah dan tidak dapat berbuat apa-apa. Aku hanya berharap Tuhan cepat menunjukkan titik terang dalam hidupku. Berbulan-bulan telah berlalu, tetapi aku belum bisa bangkit dari keterpurukanku. Tekadku untuk kuliah sangat kuat. Aku mulai mencari informasi lagi, Aku mencari-cari informasi di internet mengenai kampus dengan biaya yang murah. Akhirnya aku menemukan kampus STKIP Agama Hindu Amlapura.
Hal pertama yang aku cari adalah biayanya. Aku melihat biaya di Kampus STKIP Agama Hindu Amlapura tidaklah terlalu mahal jika dibandingkan dengan kampus lain. Biayanya dikelompokkan menjadi 2, yaitu biaya pendaftaran ulang dan biaya kuliah yang termasuk SPP di dalamnya. Kampus ini juga menawarkan beasiswa bidikmisi yang membuat keinginanku untuk kuliah semakin besar. Aku memberanikan diri untuk mendaftar walaupun tidak mempunyai uang. Ketika syarat-syarat beasiswa bidikmisi diumumkan, aku pun langsung melengkapi syarat-syarat tersebut dan berharap bisa lolos seleksi. Namun sayangnya, beasiswa tersebut cair di tahun kedua. Sekali lagi aku mengalami frustasi karena harus membayar uang kuliah selama 2 semester sebelum hasil seleksi diumumkan. Aku bingung. Di mana aku akan mendapatkan uang? Minta ke orang tua pun tidak mungkin, karena keadaan ekonomi kami yang masih kurang.
Kembali aku berusaha mencari pekerjaan. Berhari-hari, berminggu-minggu, dan berbulan-bulan, akhirnya aku diterima di sebuah counter handphone. Aku bekerja paruh waktu dari pukul 08.00 Wita hingga pukul 14.30 Wita. Sangat berat yang aku rasakan. Aku susah mengatur waktu, sehingga aku banyak melewatkan tugas-tugas yang diberikan oleh dosen. Aku bekerja dari pagi hingga sore, kemudian dilanjutkan kuliah. Malam harinya aku tidak sempat mengerjakan tugas yang diberikan oleh dosen karena aku merasa sangat lelah setelah bekerja seharian.
Aku selalu berdoa kepada Tuhan agar diberikan kesehatan dan kekuatan untuk mengejar cita-citaku. Aku sering menangis dalam gelapnya malam meratapi jalan hidupku. Namun, tangisku terhenti ketika ingat orang tuaku berjuang untuk menghidupiku. Aku berniat membahagiakan dan menjadi kebanggaan untuk mereka suatu saat nanti. Baru satu minggu bekerja sudah disuruh membayar uang-uang kuliah karena akan diadakan UTS. Aku bingung harus berbuat apa. Kemudian aku memberanikan diri meminta permakluman dan menceritakan keadaanku yang sebenarnya. Akhirnya, aku diberikan keringanan sampai aku menerima gajiku.
Satu bulan pun berlalu. Aku menerima gaji pertamaku. Walaupun tidak banyak, tetapi uang ini sangat berharga bagiku karena merupakan uang pertama yang aku hasilkan dengan keringatku sendiri. Kini aku tahu susahnya mencari uang dan kerasnya kehidupan. Aku pun membayar uang kuliahku. Walaupun belum semua terlunasi, tetapi akan aku lunasi dengan gaji-gajiku berikutnya.. Begitulah aku menjalani hari-hariku setiap harinya. Aku berdoa agar Tuhan selalu memberiku kesehatan dan kekuatan untuk menjalani hari-hariku, serta dapat membahagiakan orang tuaku, dan mewujudkan cita-citaku untuk menjadi seorang dosen.
Aku percaya tidak ada hal yang sehalus gunung. Jika kita ingin mencapai puncak, banyak rintangan yang harus kita lewati. Artinya, kesuksesan tidak bisa dicapai dengan cara yang instan. Walaupun terkadang jalan menuju sukses sangatlah tajam, tetapi kita tetap harus berjuang untuk melewatinya hingga akhirnya kita mencapai puncak. Tekadku sudah bulat untuk mewujudkan mimpi-mimpiku.
*Penulis adalah mahasiswa semester I tahun akademik 2018/2019 Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris, STKIP Agama Hindu Amlapura