oleh: Ni Komang Widya Astuti*

Pendidikan merupakan proses pembudayaan, yakni suatu usaha memberikan nilai-nilai luhur kepada generasi baru dalam masyarakat yang tidak hanya bersifat pemeliharaan, tetapi juga dengan maksud memajukan serta mengembangkan kebudayaan menuju ke arah keluhuran hidup kemanusian sesuai dengan yang dimanatkan oleh Ki Hajar Dewantara. Pendidikan amat penting dalam memberikan ilmu pengetahuan beserta praktiknya dalam memajukan intektual anak bangsa.  Di samping itu, pendidikan juga menjadi wadah pembentuk karakter bangsa yang juga mencerminkan peradaban suatu bangsa. Pendidikan yang memadai akan menghasilkan manusia-manusia yang unggul yang dapat bersaing di kancah nasional maupun internasional. Meningkatkan mutu pendidikan akan melahirkan sumber daya manusia yang berkualitas. Peningkatan mutu pendidikan perlu digalakkan agar kita tidak tertinggal dengan negara-negara lain yang sudah jauh lebih maju.

Indonesia sebagai satu negara berkembang di dunia masih memiliki masalah besar dalam bidang pendidikan. Pendidikan di negara ini belum mampu mencetak manusia yang mempunyai keahlian dan keterampilan untuk memenuhi pembangunan bangsa di berbagai bidang. Sumber daya manusia (SDM) yang tersedia di Indonesia belum mampu memanfaatkan sumber daya alam yang berlimpah ruah. Sistem pendidikan yang menjadikan siswa sebagai objek menghasilkan manusia yang hanya siap untuk memenuhi kebutuhan zaman dan tidak mampu bersikap kritis terhadap perkembangan zaman.

Dewasa ini sistem pendidikan di Indonesia selalu dinamis. Hal ini membuat para pendidik dan peserta didik kebingungan. Semestinya sistem pendidikan menjadi perhatian khusus bagi pemerintah. Kurikulum yang berubah-ubah akan membuat dunia pendidikan semakin buram. Kita sudah berganti beberapa kurikulum, yakni dari Kurikulum 1994, Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK 2004), Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP 2006) dan terakhir Kurikulum 2013 yang pada akhirnya juga menuai kontroversi.

Kurikulum yang tidak konstan akan menuntut banyak perubahan. Saat kurikulum diubah, seharusnya cara mengajar pun harus diubah menyesuaikan dengan tuntutan kurikulum tersebut. Para pendidik harus dibina dan diberi pelatihan terlebih dulu agar mampu beradaptasi mengajar sesuai dengan kurikulum yang berlaku. Hal ini memerlukan biaya yang banyak dan membutuhkan waktu yang cukup lama, sehingga dianggap kurang efektif. Kurikulum yang didasarkan pada pengetahuan pemerintah tanpa memperhatikan kondisi di masyarakat akan melahirkan lulusan yang tidak kreatif. Hal ini tentu akan menimbulkan dampak lagi di kemudian hari.

Para lulusan hanya mampu mencari pekerjaan dan tidak bisa menciptakan lapangan kerja sendiri. Kenyataan ini pada akhirnya membuat lulusan sarjana hanya mampu menggantungkan harapannya sebagai pengawai negeri sipil (PNS). Mutu pendidikan yang masih rendah serta sistem pendidikan yang belum memadai menjadi akar permasalahan dunia pendidikan di Indonesia. Pendidikan di Indonesia dinilai belum mampu menghasilkan lulusan yang siap pakai.

Berdasarkan analisis Badan Pendidikan Dunia (UNESCO), kualitas para guru di Indonesia menempati peringkat terakhir dari 14 negara berkembang di Asia Pasifik. Indonesia berada di bawah Vietnam yang negaranya baru merdeka. Untuk kemampuan membaca, Indonesia menempati posisi 39 dari 42 negara berkembang di dunia. Data-data ini membuktikan bahwa pendidikan kita masih tertinggal jauh dari negara-negara lain. Pendidikan di Indonesia masih jauh dari kata baik.

Hal ini berkaitan dengan mutu pendidikan yang didiskripsikan dengan rendahnya sarana fisik, seperti banyak gedung sekolah yang rusak, laboratorium yang di bawah standar, pemakaian teknologi yang belum memadai dan penggunaan media belajar yang rendah. Kemudian kualitas guru dinilai masih kurang, belum memiliki sikap profesionalisme yang memadai sebagaimana disebutkan dalam Pasal 39 UU No.20/2003, yaitu merencanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian, dan melakukan pengabdian masyarakat.

Lalu yang menjadi pertanyaannya kini bagaimana caranya menjernihkan potret buram tersebut? Tentunya siapapun tidak menginginkan fenomena ini terus terjadi. Perlu ada solusi real untuk mengubah kondisi ini karena bagaimana pun pendidikan merupakan elemen yang sangat penting dalam kemajuan suatu bangsa. Kejayaan suatu bangsa ditentukan oleh kualitas generasi yang membangunnya. Kualitas generasi berkorelasi pada mutu pendidikannya. Jika pendidikan yang diterapkan berkualitas, akan terwujud generasi yang berkualitas juga. Demikian pun sebaliknya.

Pemerintah perlu meninjau ulang penerapan kurikulum 2013, jangan hanya demi kepentingan sesaat tetapi melupakan kepentingan masyarakat banyak terutama para siswa, guru dan orang-orang yang berkecimpung di lingkungan pendidikan. Beberapa pelajaran yang memang layak ditambah seperti pelajaran agama dan pendidikan moral harus ditambah, agar para siswa bisa menghargai orang lain, berperilaku sopan, tidak melanggar susila dan tidak mudah. Di samping itu, implementasinya disesuaikan dengan kapasitas dan daya dukung atau potensi sekolah masing-masing sehingga tidak terkesan kaku dan memberatkan bagi sekolah-sekolah yang berada di pelosok-pelosok.

Melakukan pola pendidikan yang setara dan merata dari segi kualitas untuk wilayah Indonesia yang variatif dari segi geografis dan sosial ekonomi masyarakatnya, memanglah tidak mudah. Namun, setidaknya kerangka umum sebagaimana yang terangkum dalam kurikulum tersebut setara, sehingga ada acuan yang pasti dalam pengembangan pendidikan. Yang berbeda adalah proses pelaksanaannya menyesuaikan dengan potensi di masing-masing wilayah agar lebih kontekstual dan berdaya guna bagi siswa di wilayah tersebut.

*Penulis adalah mahasiswa semester II tahun akademik 2018/2019 Program Studi Pendidikan Bahasa Bali, STKIP Agama Hindu Amlapura

Hubungi kami di WhatsApp
1